Free S M S :

Kamis, 31 Mei 2012

Wahyu Subakdiono, S.Sos. Matang dalam Birokasi dan Penggiat Seni Yang Gigih


Wahyu Subakdiono, S.Sos.
Matang dalam Birokasi dan Penggiat Seni Yang Gigih

Pengalaman sebagai Kepala Kelurahan di tiga wilayah dengan karakteristik masyarakat yang berbeda-beda, menjadikan Wahyu Subakdiono dikenal sebagai seorang birokrat yang  matang, tetapi tidak sok birokratis.
“Pada prinsipnya urusan birokrasi adalah urusan pelayanan. Jadi semakin sederhana birokrasi akan semakin mampu memberikan pelayanan yang memuaskan. Jadi kesimpulannya seorang birokrat yang baik adalah seorang yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan masyarakatnya,” kata Wahyu.
Selain itu, lanjut Wahyu dalam menjalankan tugas-tugas birokrasi dituntut kreatifitas, sehingga tidak terkesan kaku. Hal itulah yang membuat Wahyu mampu meninggalkan kesan yang positif di hati warga masyarakat kelurahan yang pernah dipimpinya. Dan hingga saat ini hubungannya dengan masyarakat di Kelurahan Mojo Kampung, Jetak dan Ledok-kulon pun masih terjalin dengan baik.
Semasa masih menjadi pegawai negeri sipil, hingga saat ini Wahyu juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial. Berbagai organisasi kemasyarakatan pernah diikutinya, diantaranya Pemuda Pancasila,  Angkatan Muda Pembaharua Indonesia (AMPI) dan Dewan Kesenian Bojonegoro (DKB). Saat ini, selain menjabat sebagai Ketua Cabang Perguruan Silat Persaudaraan Setia Hati Terate Kabupaten Bojonegoro, Wahyu juga menjadi Ketua Paguyuban Bunga Bojonegoro, Wakil Ketua Paguyuban Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Cabang Bojonegoro, serta Penasehat Paguyuban Pamong Praja Warga Terate Bojonegoro (Pawojo).
Sementara itu di bidang pengembangan seni dan budaya, Wahyu dikenal cukup getol dalam upaya untuk mengangkat potensi seni dan budaya yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro. Hal itu diungkapkan Ekopeye, seorang seniman perupa yang juga aktif dalam pembinaan kesenian melalui berbagai sanggar mulai tingkat anak-anak hingga remaja. Dikatakan Eko, Wahyu adalah sosok mantan birokrat yang gigih dalam menggali dan mengangkat potensi seni dan budaya di Bojonegoro. Tercatat beberapa event seni dan budaya pernah diselenggarakan Wahyu, diantaranya adalah Pasar Seni Bojonegoro, Festival Seni Bojonegoro, Pameran Seni Rupa Lintas Generasi dan lain-lain.
Menurut Eko, selama ini issue-issue tentang seni budaya kerap dianggap tidak terlalu penting, untuk itu dibutuhkn sosok yang mampu dan punya keberanian untuk “berjuang” dari dalam. “Dibandingkan bidang kehidupan lainnya, kesenian dan kebudayaan mengalami nasib yang kurang menguntungkan dalam hal dukungan dari pemerintah. Padahal tidak bisa dipungkiri, kebudayaan dan kesenian adalah jantung kehidupan yang sangat penting dalam sebuah bangsa,” terang Eko.
Kebudayaan dan kesenian, lanjutnya, adalah penopang dan asupan kesehatan jiwa bagi sebuah bangsa. Sama pentingnya dengan sandang, pangan, papan yang dibutuhkan raga. Kebudayaan dan kesenian adalah ibarat hidangan spiritual dan sosial yang menjadikan hidup lebih semarak dan indah.
“Bisa dibayangkan betapa keringnya hidup ini tanpa unsur-unsur seni dan budaya dalam kehidupan kita sehari-hari. Jadi tidak bisa tidak, dukungan terhadap kebudayaan dan kesenian adalah tanggung jawab pemerintah. Kemajuan seni budaya adalah kepentingan publik, artinya pemerintah wajib mendukung,” papar Eko.     
Eko menambahkan, sejarah mencatat, meski kesenian dan kebudayaan berprestasi dan membawa harum nama negara di luar negeri, posisi kesenian dan kebudayaan tetap sebagai ”penumpang gelap” yang sekali tempo beruntung bisa bernafas dan berkembang jika mendapatkan sisa anggaran pada saat tutup buku anggaran.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More