Wahyu Subakdiono,
S.Sos.
Matang
dalam Birokasi dan Penggiat Seni Yang Gigih
Pengalaman
sebagai Kepala Kelurahan di tiga wilayah dengan karakteristik masyarakat yang
berbeda-beda, menjadikan Wahyu Subakdiono dikenal sebagai seorang birokrat yang
matang, tetapi tidak sok birokratis.
“Pada
prinsipnya urusan birokrasi adalah urusan pelayanan. Jadi semakin sederhana
birokrasi akan semakin mampu memberikan pelayanan yang memuaskan. Jadi
kesimpulannya seorang birokrat yang baik adalah seorang yang mampu memberikan
pelayanan yang memuaskan masyarakatnya,” kata Wahyu.
Selain
itu, lanjut Wahyu dalam menjalankan tugas-tugas birokrasi dituntut kreatifitas,
sehingga tidak terkesan kaku. Hal itulah yang membuat Wahyu mampu meninggalkan
kesan yang positif di hati warga masyarakat kelurahan yang pernah dipimpinya.
Dan hingga saat ini hubungannya dengan masyarakat di Kelurahan Mojo Kampung,
Jetak dan Ledok-kulon pun masih terjalin dengan baik.
Semasa masih menjadi pegawai negeri
sipil, hingga saat ini Wahyu juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial. Berbagai
organisasi kemasyarakatan pernah diikutinya, diantaranya Pemuda Pancasila, Angkatan Muda Pembaharua Indonesia (AMPI) dan
Dewan Kesenian Bojonegoro (DKB). Saat ini, selain menjabat sebagai Ketua Cabang
Perguruan Silat Persaudaraan Setia Hati Terate Kabupaten Bojonegoro, Wahyu juga
menjadi Ketua Paguyuban Bunga Bojonegoro, Wakil Ketua Paguyuban Penggemar
Bonsai Indonesia (PPBI) Cabang Bojonegoro, serta Penasehat Paguyuban Pamong
Praja Warga Terate Bojonegoro (Pawojo).
Sementara itu di bidang pengembangan
seni dan budaya, Wahyu dikenal cukup getol dalam upaya untuk mengangkat potensi
seni dan budaya yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro. Hal itu diungkapkan
Ekopeye, seorang seniman perupa yang juga aktif dalam pembinaan kesenian
melalui berbagai sanggar mulai tingkat anak-anak hingga remaja. Dikatakan Eko,
Wahyu adalah sosok mantan birokrat yang gigih dalam menggali dan mengangkat
potensi seni dan budaya di Bojonegoro. Tercatat beberapa event seni dan budaya
pernah diselenggarakan Wahyu, diantaranya adalah Pasar Seni Bojonegoro,
Festival Seni Bojonegoro, Pameran Seni Rupa Lintas Generasi dan lain-lain.
Menurut Eko, selama ini issue-issue
tentang seni budaya kerap dianggap tidak terlalu penting, untuk itu dibutuhkn
sosok yang mampu dan punya keberanian untuk “berjuang” dari dalam. “Dibandingkan
bidang kehidupan lainnya, kesenian dan kebudayaan mengalami nasib yang kurang
menguntungkan dalam hal dukungan dari pemerintah. Padahal tidak bisa
dipungkiri, kebudayaan dan kesenian adalah jantung kehidupan yang sangat
penting dalam sebuah bangsa,” terang Eko.
Kebudayaan dan kesenian, lanjutnya,
adalah penopang dan asupan kesehatan jiwa bagi sebuah bangsa. Sama pentingnya dengan
sandang, pangan, papan yang dibutuhkan raga. Kebudayaan dan kesenian adalah
ibarat hidangan spiritual dan sosial yang menjadikan hidup lebih semarak dan
indah.
“Bisa
dibayangkan betapa keringnya hidup ini tanpa unsur-unsur seni dan budaya dalam
kehidupan kita sehari-hari. Jadi tidak bisa tidak, dukungan terhadap kebudayaan
dan kesenian adalah tanggung jawab pemerintah. Kemajuan seni budaya adalah
kepentingan publik, artinya pemerintah wajib mendukung,” papar Eko.
Eko menambahkan, sejarah
mencatat, meski kesenian dan kebudayaan berprestasi dan membawa harum nama
negara di luar negeri, posisi kesenian dan kebudayaan tetap sebagai ”penumpang
gelap” yang sekali tempo beruntung bisa bernafas dan berkembang jika
mendapatkan sisa anggaran pada saat tutup buku anggaran.
0 komentar:
Posting Komentar